MEDAN - Nusantaradaily.id: Warga Jalan Gandhi, Medan, menolak upaya eksekusi pengosongan yang akan dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Medan pada, Kamis 27 Februari 2025 mendatang. Mereka meminta agar PN Medan membatalkan eksekusi tersebut.
Salah satu alasan mendasar penolakan ini karena belum pernah dilakukan pengukuran lahan yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam objek perkara tersebut.
Penolakan itu disampaikan kuasa hukum warga Jalan Gandhi, Bobby Christian Lim SH MH, di Jalan Adam Malik Medan, Selasa (25/2/2025).
Bobby Lim, di dampingi kuasa hukum lainnya, Darwis, dan perwakilan warga Jalan Gandhi, Benny, mengungkapkan bahwa minggu lalu pihaknya telah menerima surat penjadwalan eksekusi yang akan dilakukan pada Kamis 27 Februari.
"Kami sangat menyayangkan terbitnya kembali jadwal eksekusi ini. Karena di sisi lain, kita sudah mengajukan dua gugatan terkait objek perkara tersebut. Yang intinya, kita menggugat prosedural eksekusi yang tidak sesuai. Dan gugatan lainnya terkait adanya kepemilikan sah warga Jalan Gandhi melalui SHM atas lahan tersebut," ungkapnya.
Bobby Lim menegaskan, bahwa SHM yang dimiliki warga Jalan Gandhi tersebut belum pernah sama sekali disengketakan sebelumnya.
"Di sana ada lahan milik warga yang sudah bersertifikat hak milik (SHM - red), tidak pernah digugat dan tidak pernah dilibatkan pihak BPN dalam pengukurannya. Jika tidak melibatkan BPN, ini merupakan pelanggaran terhadap PP No 21 pasal 1 ayat 2, yang mewajibkan harus ada pengukuran dari pihak BPN," tegas Bobby Lim.
Dari temuan pihaknya selama ini, terungkap bahwa pihak BPN belum pernah hadir, baik bersama warga maupun juru sita pihak pengadilan.
"Perkara di mana tanah bersertifikat milik warga tidak melibatkan pengukuran BPN ini, mirip dengan kasus viral tanah ber-SHM di Bekasi yang langsung menarik atensi Menteri ATR Nusron Wahid. Ini kasus yang sama, terjadi juga di Jalan Gandhi," ujarnya.
Senasib dengan perkara itu, pihaknya lalu meminta atensi Menteri ATR agar turun menyelesaikan perkara tanah di Jalan Gandhi tersebut.
"Kami meminta bantuan Menteri ATR. Beberapa rumah warga telah bersertifikat hak milik, dan belum pernah sama sekali digugat atas kepemilikan sertifikat tersebut, namun dilakukan eksekusi. Ini sudah eksekusi yang ketigakalinya," ujar Bobby lagi.
Ia mengungkapkan keheranannya atas eksekusi tersebut. Karena rumah milik warga yang memiliki SHM itu, tidak pernah digugat sama sekali, tetapi tiba-tiba dieksekusi oleh PN Medan.
"Ada apa ini? Setiap bulan dilakukan upaya eksekusi. Ini dapat menjadi preseden buruk, bukan hanya Jalan Gandhi. Ini juga menjadi permasalahan seluruh masyarakat Indonesia yang bisa saja mengalami hal yang serupa," ujarnya.
Bobby menyebut, jika eksekusi paksa benar-benar terjadi pada perkara yang sudah berlangsung sejak tahun 80-an itu, maka akan menjadi preseden yang sangat buruk.
"Hukum sudah menjadi budak, bukan lagi menjadi panglima tertinggi di negeri kita," ujar Bobby.
Pihaknya lalu meminta dan berharap Presiden Prabowo dapat memberikan atensi terhadap masalah itu.
"Bagaimana warga yang memiliki SHM bisa tenang kalau seperti ini. Untuk apa lagi SHM dibayarkan, diterbitkan dan dibayarkan pajaknya setiap tahun, bila mendadak ada pihak mengaku ahli waris tanpa memiliki dasar yang pasti, kemudian mengajukan eksekusi," ujarnya heran.
Atas dasar itu, pihaknya meminta PN Medan untuk membatalkan eksekusi 27 Februari.
"Kami meminta bantuan, mengetuk hati Ketua PN Medan bersama juru sita agar membatalkan eksekusi. Kami sedang melakukan upaya gugatan hukum dengan dasar SHM dan lainnya," tegasnya.
Di akhir, ia menegaskan, sesuai UU Agraria No 5 / 1960 pasal 20 point 1 menyatakan bahwa sertifikat hak milik merupakan hak terkuat dan terpenuh, pungkasnya. (NSD/Red.04).
0 Komentar