Medan - Nusantarapos.id:
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Valentino Alfa Tatareda, Kasat Reskrim Kompol M Firdaus dan sejumlah penyidik, dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri terkait dikeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) atas kasus yang dilaporkan Jong Nam Liong.
Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan ditandatangani Kapolrestabes Medan KBP VALENTINO ALFA TATAREDA SH, SIK sesuai Nomor : S.TAP/1337-b/IV/RES.1.9/2022/Reskrim pada Tanggal 21 April 2022 terhadap tersangka Fujiyanto Ngariawan SH dengan alasan tidak cukup bukti dan Restorative Justice.
"Dalam SP3 itu menyebutkan bahwasanya tersangka Notaris Fujianto Ngariawan SH yang sebelumnya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), dihentikan penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti dan Restorative Justice (RJ) tanpa pemulihan dengan cara perdamaian," ungkap Tim Kuasa Hukum Jong Nam Liong, Dr. Longser Sihombing, SH, MH , dalam keterangan persnya kepada wartawan, Rabu (08/06/2022).
Lebih lanjut dijelaskannya, kliennya melaporkan Kapolrestabes Medan Kombes Pol Valentino Tatareda pada Selasa tgl 18 Mei 2022.
"Dalam laporan tersebut kami juga melampirkan
Surat Penerimaan Pengaduan Propam Nomor SPSP2/2752/V/2022/Bagyanduan, Surat Penerimaan Pengaduan Propam Nomor SPSP2/2753/V/2022/Bagyanduan, Surat Penerimaan Pengaduan Propam Nomor SPSP2/2754/V/2022/Bagyanduan, Surat Penerimaan Pengaduan Propam Nomor SPSP2/2755/V/2022/Bagyanduan," ungkap Longser.
Atas hal itu, lanjutnya, pelapor merasa keberatan atas surat SP3 tersebut dengan alasan, sesuai fakta-fakta hukum yang telah diserahkan secara berulang yaitu surat-surat terdahulu bahwa Proses Penyidikan dan pelimpahan Berkas Perkara dari Penyidik kepada JPU Kejari Medan dan DPO tersangka Lim Soen Liong alias Edi dan Notaris Fujiyanto Ngariawan SH.
"Sangat banyak kejanggalan dan penyalahgunaan wewenang, serta diskriminatif oleh oknum-oknum Penyidik, yang sangat bertentangan dengan Tupoksi, SOP. Padahal ditinjau dari aspek pembuktian kasus sebenarnya sangat mudah, sebab alamat saksi dan tersangka lengkap," ungkap Lonser lagi.
Menurutnya, korban merasa di diskriminasi Penyidik dan atasan Penyidik (Kapolrestabes Medan) dengan berbagai cara diduga bersikap berpihak kepada para tersangka. Padahal sejak dilakukan penyelidikan pada tanggal 5 Mei 2020, status Penyelidikan ditingkatkan menjadi Penyidikan. Namun, Penyidik tidak menerbitkan dan tidak mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejari Medan.
"SPDP Nomor : B/1337/IX/RES.1.9/2020/Reskrim Tanggal 11 September 2020 ditandatangani Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Martuasah Hermindo Tobing SIK SH kepada Kajari Medan, tersangka atas nama David Putranegoro alias Lim Kwek Liong, Lim Soen Liong alias Edi, serta Notaris Fujianto Ngariawan SH. Kemudian pada 11 September 2020, Penyidik telah melakukan Penjemputan Paksa terhadap Notaris Fujianto untuk pemeriksaan dan malamnya Penyidik melakukan penyitaan barang bukti asli Minuta Akta Nomor 8 tgl 21 Juli 2008 dan buku besar Registrasi Akta di Kantor Notaris Jalan Sei Kera Nomor 3 Medan yang dibuat oleh Notaris Fujianto," urai Lonser.
Lebih lanjut Lonsrer menyebutkan, objek permasalahan utama adalah lahirnya akte No. 8 Tanggal 21 Juli Tahun 2008 tentang perjanjian kesepakatan bersama, yaitu orang tua korban pada saat itu sedang berada di RS Singapura dan didampingi 8 orang anak-anaknya yang nama-namanya masuk di dalam akte tersebut.
"Permasalahannya adalah objek perkara akte tersebut yang tidak memenuhi syarat formil dan materil. Formilnya, bahwa mereka delapan orang itu tidak benar berada di kantor notaris. Karena saat itu sedang menjenguk orangtuanya di rumah sakit. Dan itu mutlak dibuktikan dengan paspornya. Jadi di sini kami lihat penyidik melakukan keberpihakan kepada tersangka. Dan terkait kasus ini, berulangkali kami Surati Kapolri, Kapolda Sumut dan instansi terkait. Setelah pada 11 September tidak ada perkembangan tersangka, siapa dan bagaimana proses tersangka. Padahal seharusnya Penyidik melaporkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pelapor," urai Lonser.
Ia juga menambahkan, pemanggilan tersangka Fujiyanto Ngariawan, Lim Soen Liong alias Edi dilakukan setelah hadirnya Tim Riksus Irwasum Mabes Polri Tanggal 7 dan 8 September 2021 dan diduga dengan sengaja dilakukan untuk upaya paksa secara maksimal. Sehingga terlihat ada ketidaktransparanan dalam penanganannya.
"Kami juga telah menyurati Bapak Presiden Republik Indonesia dan Bapak Kapolri, agar dilakukan investigasi audit secara transparansi sesuai visi misi Kapolri tentang Presisi yang berkeadilan dan memohon maaf jika perkara ini tidak dilakukan secara transparansi. Pihak korban akan menggunakan hak-hak hukumnya dan berencan dalam waktu yg sesegera mungkin menggelar unjukrasa damai di Mabes Polri dan Istana Presiden dan Depkumham RI terkait Sidang Lanjutan Notaris FN , Lonser, mengakhiri.(NSP.Red/PR/js/mc).
0 Komentar