Wacana Penundaan Pemilu 2024 Disambut Beragam Pendapat Dari Para Elite Partai Politik

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto :

"Tidak ada ruang untuk melakukan penundaan pemilu. PDIP patuh terhadap konstitusi bahwa pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali".


(Ket. Gambar) : Para Elite Partai Politik berfoto bersama saat menghadiri Kongres V PDI Perjuangan di Bali.

Jakarta - Nusantarapos.id: 
Isu perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo kembali muncul ke permukaan. Sebabnya, usulan Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar agar Pemilu 2024 ditunda. Lantas usulan tersebut mendapatkan respons beragam dari partai politik. Ternyata, tidak semua partai menolak ide penundaan pemilu tersebut.


PKB :

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) jelas mendukung usulan penundaan pemilu. Ketua Umum PKB Muhaimin sendiri yang mengusulkan setelah menerima aspirasi pelaku UMKM, pengusaha dan analis ekonomi Perbankan.


Dari seluruh masukan itu saya mengusulkan Pemilu 2024 itu ditunda satu atau dua tahun. Agar momentum perbaikan ekonomi ini tidak hilang dan kemudian tidak terjadi freeze (pembekuan ekonomi) untuk mengganti stagnasi selama 2 tahun masa pandemi, kata Cak Imin dalam keterangannya, Rabu (23/2). "Ya setahun lah maksimal dua tahun," tambahnya.


PAN :

Gayung bersambut, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan setuju terhadap penundaan Pemilu. Menurut Wakil Ketua MPR ini ada beberapa alasan. Mulai dari pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, anggaran pemilu yang tinggi, sampai perang Rusia-Ukraina dijadikan alasan.


Bahkan, Zulkifli mengungkit tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi yang tinggi. Sejumlah survei, kata dia, menempatkan tingkat kepuasan itu di angka 70-73 persen. Sehingga, Jokowi dinilai orang yang terbaik menjadi presiden.


"Jadi saudara, memang survei menunjukkan kepuasan terhadap kinerja pemerintah, pak Jokowi ini tinggi sekali. Artinya, presiden Jokowi dinilai oleh masyarakat yang terbaik saat ini. Saya kira demikian," tuturnya.


Partai Golkar :

Partai Golkar memang tidak tegas menyatakan mendukung atau tidak usulan penundaan pemilu. Namun, Golkar mengakui tidak menutup kemungkinan untuk membahas perubahan perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut Wakil Ketua Umum Golkar Melchias Marcus Mekeng, ada keinginan masyarakat untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo yang disampaikan kepada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto juga anggota DPR dari partai beringin itu.


"Yang tidak bisa diubah hanya Kitab Suci. Di luar itu, semua bisa diubah, asal melalui mekanisme konstitusi," kata Wakil Ketua Umum Golkar Melchias Marcus Mekeng lewat keterangannya di Jakarta, Jumat, (25/2).


"Tentu harus melibatkan semua Parpol di parlemen dan unsur DPD RI. Bagaimana sikap PDIP, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, PKS dan DPD RI. Golkar siap membahas sesuai mekanisme konstitusi," ujar Mekeng.


PPP :

PPP juga bersikap memilih mengkaji usulan penundaan pemilu. Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengakui memang saat ini pemerintah tengah fokus pemulihan ekonomi. Juga, anggara pemilu yang mencapai angka Rp. 84 triliun dinilai terlalu tinggi.


"Kami masih mengkaji usulan itu. Harus diakui kita fokus pada pemulihan ekonomi," katanya lewat pesan singkat, Kamis (24/2).


PDI Perjuangan :

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tegas menolak usul penundaan Pemilu 2024 yang disampaikan Muhaimin. Hasto menuturkan, tidak ada ruang untuk melakukan penundaan pemilu. PDIP patuh terhadap konstitusi bahwa pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali.


"PDI Perjuangan menegaskan sikap politiknya bahwa wacana penundaan Pemilu tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan melupakan aspek yang paling fundamental dalam politik yang memerlukan syarat kedisiplinan dan ketaatan terhadap konstitusi," kata Hasto dalam keterangan tertulis diterima, Kamis (24/2).


Nasdem :

Partai NasDem, melalui Ketua DPP Irma Suryani, menegaskan menolak penundaan pemilu. Selain usul itu dinilai tidak ada urgensi, juga mencederai demokrasi.


"Urgensinya apa? Kan pemerintah dan DPR sudah menyepakati pemilu dilakukan serentak di 2024 usulan dan pemikiran yang mencederai demokrasi," ujarnya lewat pesan tertulis, Kamis (24/2).


Gerindra :

Partai Gerindra juga ikut menolak perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani enggan mendiskusikan penundaan pemilu dan memilih fokus memenangkan Ketua Umum Prabowo Subianto di Pilpres 2024.


"2024 Adalah waktunya Prabowo presiden. Soliditas dan konsolidasi harus terus dilakukan, diperkuat. Jaga suara rakyat, karena suara rakyat adalah amanat, suara rakyat adalah suara tuhan," kata Muzani di Surabaya, Sabtu (26/2).


Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Kamrussamad menolak usulan Muhaimin Iskandar soal penundaan jadwal Pemilu 2024 untuk perbaikan ekonomi. Menurut dia, pesta demokrasi lima tahunan adalah bagian penggerak ekonomi.


"Pesta demokrasi seperti Pemilu adalah bagian penggerak ekonomi 5 tahun. UMKM justru akan tumbuh seperti Usaha sablon stiker, baju kaos dan alat peraga kampanye lainnya," kata Kamrussamad lewat pesan singkat, Kamis (24/2).


Demokrat :

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menolak penundaan pemilu. Alasan yang digunakan politisi pendukung penundaan pemilu dinilai tidak logis dan melanggar konstitusi.


"Ada yang menginginkan, ada yang menyuarakan sebaiknya Pemilu diundurkan, diundur waktunya. Menurut saya ini pernyataan yang tidak logis," ujar AHY dikutip dari siaran pers, Minggu (27/8).


AHY mempertanyakan dasar legal dari usulan penundaan Pemilu 2024. Menurutnya, penundaan pelaksanaan Pemilu bertentangan dengan konstitusi. Tidak ada juga masyarakat yang menginginkan perpanjangan masa jabatan presiden.


"Apa dasarnya? yang jelas itu tidak sesuai dengan konstitusi kita, bahwa ada masa kepemimpinan yang harus dipatuhi bersama, baik di tingkat nasional, provinsi, sampai dengan kabupaten/kota," tegasnya.


PKS :

Wakil Ketua MPR RI Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid menilai, tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo juga bukan alasan menambah masa jabatan presiden. Ia mengatakan, perubahan masa jabatan perlu amandemen UUD 1945.


"Belakangan yang perlu dikritisi juga adalah ketika hasil survei ini dijadikan alasan untuk memperpanjang masa jabatan Pak Presiden, ini menurut saya menjadi masalah yang lain," ujarnya dalam diskusi Menakar Kinerja Pemerintah & Kepuasan Publik, Sabtu (26/2).


Dia menjelaskan, untuk memperpanjang jabatan presiden harus mengubah konstitusi. Hal telah ini diatur dalam Pasal 37 UUD 1945 yang membahas tentang perubahan UUD.


"Karena untuk memperpanjang masa jabatan presiden baik itu periodenya periode 3, maupun tambah tahunnya, tambah 2 tahun,1 tahun atau berapa pun itu berarti harus merubah Undang-Undang Dasar," tuturnya. (NSP.Red/mdk/rnd).



Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu